Cerita tentang Para Perawat Indonesia dalam Semesta
sumber: https://katoliknews.com/2020/01/30/film-semesta-mulai-tayang-di-bioskop-apa-pertimbangan-produser-mengangkat-sosok-imam-asal-flores/ |
Beberapa tahun belakangan saya mulai sering membaca
berbagai berita dan menonton tayangan yang berkaitan dengan lingkungan.
Diawali dengan menonton Cowspiracy, lalu menjalar ke film dan artikel
lainnya, bahkan hingga video-video di YouTube. Kadang, semua masalah
yang disajikan di dalam film dan tulisan itu membuat saya merasa, meski
melakukan perubahan, semua tidak akan ada pengaruhnya, saking parahnya
kondisi bumi saat ini. Rasanya sekuat apa pun kita berusaha, hasilnya
akan tetap sama, dan bumi akan semakin sakit setiap harinya.
Tapi,
akhirnya ada satu film tentang lingkungan dengan pendekatan yang sangat
indah, halus, dan menyentuh. Namanya Semesta (Semes7a). Film tentang 7
cerita dari 7 orang di berbagai daerah di Indonesia dalam menjaga
lingkungan yang mereka tinggali. Ada yang dari Bali, Aceh, Kalimantan
Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, DI Yogyakarta, dan DKI Jakarta.
Pengalaman
ketika menonton film ini, ada rasa haru dan kagum akan apa yang ketujuh
orang ini perbuat. Mungkin salah satu yang terindah menurut saya.
Karena ini film dokumenter tentang alam, maka yang ada di layar itulah
yang diceritakan. Alam dan pemandangan tidak hanya menjadi latar adegan
tetapi memang menjadi sorotan utama. Tidak bisa tidak bangga dengan
betapa indah dan beragamnya Indonesia.
Secara
cerita film ini memberi tahu bahwa di tengah industrialisasi yang
serbacepat dan destruktif, masih ada orang-orang yang bekerja seperti
para leluhur kita. Tidak ada yang mengedepankan ego, keserakahan, dan
mengejar keuntungan semata tanpa peduli betapa rusaknya alam pada
akhirnya. Mereka merasa bahwa hubungan manusia dengan alam itu jauh
lebih sakral dan dahsyat dibanding yang kita tahu.
Secara
tidak langsung, saya juga semakin yakin bahwa alam, manusia, dan semua
yang ada di dalamnya itu saling terhubung. Semua masalah yang ada
biasanya berawal dari terputusnya ikatan satu dengan yang lainnya.
Semesta
tidak hanya memberikan pengetahuan baru tentang bagaimana merawat alam,
tetapi juga memberikan kita pelajaran tentang keterhubungan manusia
dengannya. Sayang, harus diakui bahwa akhir-akhir ini banyak ditemukan
fakta bahwa entah mengapa manusia moderen semakin terputus dari alam dan
malah menjadi musuh yang sangat kejam. Mengeksploitasi alih-alih
merawat, merusak alih-alih menjaga.
Keindahan
alam Indonesia diambil dengan sangat-sangat baik. Lansekap hutan, laut,
perbukitan, sungai, dan daerah perkotaan berhasil membuat saya merasa
bangga atas apa yang kita punya. Rasanya hangat melihat masih ada
orang-orang yang bergotong royong menjaga alam dan budaya. Namun ada
juga rasa sedih dan iba ketika mereka pun menyadari sepenuhnya bahwa ada
yang salah dengan manusia. Tidak semua bisa melawan, karena kekuatan
mereka tidak berada di level yang sama. Ini menunjukkan bahwa menjaga
alam dan budaya jelas bukan hanya tugas masyarakat. Ada tangan-tangan
lain yang harus ikut terlibat.
Salah
satu sudut pandang yang diambil--dan menurut saya sangat tepat--adalah
tentang agama. Sebagai bangsa yang memiliki banyak agama, Indonesia
seharusnya bisa belajar untuk rukun dan bekerja sama. Jika tidak bisa
bekerja sama atas dasar agama, maka bekerja samalah atas dasar
kemanusiaan. Walaupun berbeda-beda, ternyata ajaran agama mana pun
selalu sama. Menyebarkan kebaikan kepada alam dan menjadi manusia yang
tidak merusak. Akhlak yang sangat universal dan tidak terbatas pada satu
agama.
Banyak hal yang
bisa dibahas dari cerita dalam film ini. Saya di tengah-tengah film
sedikit mempertanyakan peran pemerintah dalam proses pembangunan yang
ramah lingkungan. Semua terlihat sebagai tindakan yang swadaya dari
masyarakat. Dengan keterbatasan yang ada--dana, teknologi, pengetahuan, dan
akses--mereka harus berusaha keras mencari jalan keluar. Bukankah akan
lebih mudah kalau negara dan pihak swasta ikut andil serta?
Untuk
cerita tentang budaya sasi di Papua Barat, menurut saya termasuk yang
paling menyentuh. Budaya menjaga ekosistem dan biota laut di sana tidak
hanya menyoroti sisi agama, terapi juga soal pemberdayaan perempuan.
Bagaimana ibu-ibu dan perempuan lain ingin melakukan sasi karena mereka
merasa bisa dan berdaya, seperti laki-laki. Perempuan, laki-laki,
penduduk desa adat maupun urban, agama apa pun, suku serta etnis, semua
bisa berjuang bersama.
Rasa khawatir dan sedih muncul kembali. Seperti yang ditulis di atas, masyarakat Papua Barat--dan wilayah lainnya--menghadapi musuh yang menggunakan alat perusak lingkungan. Bom, racun ikan, dan alat-alat lain yang justru merusak dengan membunuh bibit-bibit ikan sebelum mereka dapat tumbuh. Namun demikian, melihat para perempuan ini berdaya dan berinisiatif menghidupi diri mereka sendiri sangat-sangat mengharukan dan memberi semangat. Memang harus ada optimisme bahwa di masa depan akan ada perubahan.
Secara
keseluruhan, Semesta adalah film yang sangat-sangat indah serta
berhasil menunjukkan kondisi bumi yang sedang sekarat. Namun Semesta
tidak membuat kita takut dan pasrah. Justru film ini membuat kita
berpikir untuk melakukan perubahan-perubahan kecil agar bumi makin
terjaga dan terawat. Ditambah lagi kenyataan bahwa tidak ada lagi batasan antara gender, agama, suku dan etnis ketika menjaga lingkungan. Karena kerusakan lingkungan akan terasa oleh semua tanpa pandang bulu.
Trailer di sini
0 komentar