Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini, film keluarga yang berhasil mengetuk pintu memori masa kecil ya. Memori yang membuat tersenyum manis maupun memori yang dipilih untuk dilupakan. Pengalaman saat dan setelah menonton film ini begitu membekas dan tentu saja berkesan.
Dinamika keluarga Narendra dengan isteri dan tiga anaknya, membuka fakta bahwa yang dirasa baik menurut kita belum tentu cocok untuk orang lain. Dalam kasus ini, keputusan seorang ayahlah yang jadi akar permasalahan.
Ketiga anaknya, Angkasa, Aurora, dan Awan, mereka datang dengan cita-cita berbeda dan masalah yang lebih memilih dipendam tak disuarakan.
Angkasa, anak laki-laki tertua dan satu-satunya harus tumbuh besar dengan kewajiban menjaga adik-adik perempuannya. Kewajiban ini membuat dia mengesampingkan keinginannya. Masalah keluarga selalu berhasil masuk ke ranah pribadinya.
Aurora, anak tengah yang sulit terbaca. Anak yang nyeni dan menggunakan studio sebagai tempat pelarian dari hiruk-pikuk keluarganya. Dia merasa sudah lama keluarganya kehilangan dirinya.
Awan, si anak bontot yang sedari dulu tidak pernah bisa memilih keputusannya tanpa lepas dari bayang-bayang ayahnya. Arsitek muda yang ingin mencoba hal-hal baru meski harus berhadapan dengan ayahnya yang murka di ruang tamu.
NKCTHI menjadi film yang membuat saya belajar memahami manusia dengan masalahnya. Selalu ada pertarungan yang mereka hadapi. Diamnya seseorang, penurutnya seseorang, bahkan cerianya seseorang selalu punya cerita di baliknya.
Tokoh-tokoh di sini dibuat memiliki sisi kerapuhan. Ayah yang dalam budaya kita digambarkan sebagai sosok yang kuat dan pantang terlihat rapuh di depan siapa pun, ditunjukkan sisi lemahnya ketika menangis seorang diri. Semakin akhir membuat saya sulit untuk membenci sang Ayah sepenuhnya. Walaupun masalah-masalah ini muncul karena dirinya yang otoriter, adegan-adegan dalam film justru menunjukkan ketidaksempurnaan dan sisi lemahnya.
Film ini diiringi oleh musik-musik yang sangat mendukung cerita. Rehat-nya Kunto Aji dan Untuk Hati yang Terluka dari Isyana Sarasvati sangat menonjol di bagian penting film ini. Live music dari band-band yang ada dan permainan Piano Kale juga membuat film ini lebih bersuara dan ramai...in a good way.
Narasi Awan dan Rehat dari Kunto Aji yang tumpang tindih di awal film, ditambah dengan visual pesawat kertas, awan, dan langit sedikit membuat saya kewalahan. Sebagai manusia yang mudah terdistraksi, momen ini membuat konsentrasi saya agak terbagi. Mata ingin fokus ke terbangnya si pesawat, telinga ingin fokus mendengarkan pikiran Awan, tapi mulut ingin berkaraoke. Hehehe.
Ada hal yang sedikit kurang pas menurut saya di beberapa bagian. Cukup terlihat, tapi masih mudah dilupakan. Walaupun sempat membuat saya sedikit bingung.
Di tengah film, pikiran saya sempat menerawang ke mana-mana ketika intensitas emosi di film semakin meningkat dan para karakter siap meledak dalam keluarga ini. Menduga-duga tentang rahasia yang selama ini sengaja ditutup-tutupi. Tentang masa lalu Awan, rahasia yang disimpan Narendra dan diamnya si Ibu. Takut akan dibuat klise seperti drama lain, ternyata fakta yang ditampilkan syukurnya berbeda.
Nilai plus dari film ini menurut saya pribadi setelah meresapi dan berbagi cerita di luar teater adalah soal intensitas film ini. Penempatan konflik dan bagian yang membuat mata berkaca-kaca disebar di sepanjang film dan tidak difokuskan di bagian akhir seperti kebanyakan drama lain. Sukses membuat saya susah untuk mengambil nafas karena selalu ada bagian yang menegangkan setelah dibawa bersenang-senang sebelumnya.
Sedikit membandingkan dengan film yang beberapa waktu lalu saya tonton, 'Kim Ji-Young, Born 1982', yang menyimpan bagian sedih di setengah akhir film. Meski sama-sama sukses membuat mata berkaca-kaca, tetapi perasaan restless dan rasa intensnya berbeda. NKCTHI lebih menyesakkan. Walaupun ada variabel lain yang mungkin memengaruhi, tapi menurut saya ini yang paling mencolok.
Selain itu, NKCTHI adalah film kedua yang menampilkan wajah baru Jakarta yang metropolitan. Film pertama adalah A Copy of My Mind. Ketika tiga bersaudara saling berbincang di atap gedung, lalu ada kereta (atau KRL?) yang melaju, entah mengapa gambar itu sangat-sangat indah. Sangat sederhana. Hanya ada Angkasa, Aurora, dan Awan. Sinar matahari yang menguning dan akan tenggelam, suara kereta dan rel yang beradu, atap sebuah gedung dan pencakar-pencakar langit yang menjadi latar sukses membuat lansekap yang sangat membekas.
0 komentar