The Unsaid Words

of Rizqi Maulana

Pages

  • Home
  • About Me
  • Contact
  • Gallery
  • Writings
Beberapa bulan yang lalu, waktu lagi nonton video-video di Youtube, saya sempat lihat satu video yang kontennya tentang zero waste. Isinya tentang tantangan zero waste di Amerika selama sebulan yang dilakukan seorang kreator konten di Buzzfeed. Eye-opening sekali videonya. Akhirnya, saya mengikuti video-video berikutnya yang juga tentang masalah zero waste tapi lebih ke pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, khususnya sedotan, masih dari kreator yang sama, Auri. Saya kemudian tertarik untuk cari informasi lebih dalam tentang gaya hidup nol sampah ini. 

Ternyata gaya hidup ini sudah banyak berkembang di berbagai belahan dunia. Saya lihat TedTalks video dari Lauren Singer, yang sudah menerapkan gaya hidup ini beberapa tahun. Sampai sampahnya selama 4 tahun pun bisa disimpan di mason jar! Ada juga Bea Johnson, perempuan yang sudah berkeluarga dan punya anak, berhasil buat rumahnya 100% bebas sampah. Informasi-informasi tentang zero waste ini bisa kita peroleh di internet yang sudah banyak bertebaran.

Tertarik mulai mengurangi volume sampah saya. Akhirnya saya buat langkah sederhana untuk memulai. Belum bisa zero waste tapi setidaknya bisa sampai level low waste. Saya mulai mengganti beberapa peralatan yang sering saya pakai, yang hampir semuanya dari plastik. Informasi tentang plastik pasti sudah terdengar oleh masyarakat. Bagaimana plastik sulit untuk terurai, akan berada di bumi selama ratusan tahun hingga si pembuang sudah tidak lagi ada di bumi. Dari semua plastik yang ada, hanya sekitar 30% yang bisa didaur ulang. Sisanya? Terapung di lautan dan jadi makanan hewan-hewan laut. Saya tidak mau berkontribusi untuk itu.

Lalu peralatan apa saja yang saya ganti? Ini dia...

1. Alat mandi


 

Sabun, sampo, dan pembersih muka yang biasa kita pakai semua dibungkus plastik. Untuk yang kemasannya keras mungkin masih bisa digunakan ulang ya, tapi untuk yang kemasan isi ulang? Pasti langsung dibuang habis isinya dituang. Selain itu, zat kimia yang kita nggak tau apa ada di dalam alat-alat tersebut. Belum ada efek samping memang dari penggunaan sabun, sampo, dan pembersih muka di badan saya. Namun, di lingkungan, dampaknya sudah sangat terasa.

Makanya saya mulai belajar beralih ke all-purpose soap bar ini. Bisa buat semua anggota badan. Wanginya tidak terlalu menusuk dan aman-aman saja. Dipakai di rambut juga oke. Insyaallah bahan-bahannya alami dan nggak berbahaya. Sampahnya? Kemungkinan gak ada yang dibuang ke landfill. Guilt-free jadinya.



2. Sedotan


 

Ini dia! Sedotan plastik sekali pakai yang kita buang-buang seenaknya, ternyata buat hewan laut kena getahnya. Salah satunya penyu di video ini. Kita santai-santai buang sedotan habis minum es, latte, atau apapun, ternyata jadi penyebab makhluk lain menderita. Juga, beberapa dekade ke depan, diperkirakan sedotan dan sampah plastik lainnya akan mengalahkan jumlah dari ikan-ikan di lautan! This is not the world I want to live in.

Setelah berbagai riset tentang alternatif pengganti sedotan plastik, akhirnya saya menjatuhkan pilihan ke sedotan dari logam ini. Ada alternatif lain sebenarnya, sedotan bambu, kaca, dan kertas, tapi untuk awal saya pakai yang ini dulu. Sedotan-sedotan semacam ini bisa digunakan kembali, dicuci, dan tahan lama. Tidak ada sampah yang terbuang, dan kita sudah mengurangi kemungkinan makhluk laut menderita.

 
 3. Botol Minum reusable

 

Di antara semua peralatan di sini, yang sudah paling sering saya gunakan adalah botol minum sekali pakai. Dari SMA tahun 2011-an, saya sudah bawa botol minum sendiri ke mana-mana. Tujuan awalnya sih hemat uang biar nggak perlu beli-beli air minum kemasan plastik. Baru beberapa tahun setelahnya, kampanye untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai ini semakin gencar disosialisasikan. Saya sih setuju-setuju saja. Sudah lebih hemat, ramah lingkungan juga.


4. Sikat Gigi


 

Sampah dari sikat gigi plastik bersama dengan sedotan, botol, dan kantung plastik, memang membuat bumi ini kotor. Di laut dan di tanah, sampah-sampah ini sudah menggunung dan bertebaran di mana-mana. Ditambah lagi, sampahnya tidak bisa didaur ulang. Untuk sikat gigi, pergantiannya cukup sering dilakukan. Batas penggunaan sikat gigi yang dianjurkan kurang lebih 6-12 bulan. Kalau kita rajin, paling tidak dalam satu tahun, ada dua sikat gigi yang kita buang. Bayangkan jika setengah dari penduduk Indonesia melakukan hal yang sama? Belum ditambah dari negara-negara lain....

Kemudian saya beralih ke sikat gigi bambu yang bisa didaur ulang dan diurai di tanah. Tidak ada perbedaan yang menonjol antara sikat gigi bambu dan plastik buat saya. Tapi sikat gigi bambu yang saya pakai ini jauh lebih lembut dari yang plastik. Selesai penggunaan sikat gigi ini bisa langsung dikompos atau didaur ulang untuk keperluan lain. No waste!


5. Deodoran


 

Sama seperti sabun dan sampo, kita tidak tahu zat kimia apa yang ada di dalam deodoran yang setiap hari kita oleskan di ketiak. Selain itu, masalah kemasan plastik, kaca, dan tabung spray yang langsung dibuang, juga semakin mengganggu.

Alternatif yang saya temukan adalah deodoran yang dioleskan dari kemasan alumunium yang jelas bisa digunakan ulang untuk keperluan lain. Bahan-bahan yang digunakan juga aman dan ramah lingkungan. Beberapa kali menggunakan deodoran ini memang sama seperti yang dijual di pasaran. Hanya saja deodoran ini lebih lama menjaga ketika saya kering. Selebihnya, masalah wangi dan kenyamanan, tidak begitu berbeda.


6. Razor


 

Laki-laki pasti nggak bisa lepas dari alat ini. Alat pencukur kumis, janggut, dan lain-lainnya ini selalu jadi teman setia. Sayangnya, kondisi dari alat cukur plastik itu sama seperti produk plastik. Digunakannya hanya sebentar, tapi sampahnya ada di bumi ratusan tahun. Apalagi untuk alat cukur plastik yang mata pisaunya menempel, mungkin membahayakan hewan laut yang tidak bisa membedakan apa yang mereka lihat. Kantung plastik saja sering dikira ubur-ubur, ya kan?

Akhirnya saya beralih ke alat cukur dari logam yang lebih awet dan tahan lama. Silet yang digunakan juga bisa didaur ulang. Satu silet bisa digunakan berulang-ulang sampai beberapa bulan. Tidak seperti alat cukur plastik yang sering tumpul setelah beberapa kali pemakaian.



Sebenarnya masalah lingkungan ini sangat berkaitan dengan gaya hidup kita yang maunya serbapraktis dan serbacepat. Ditambah, alat-alat di atas harganya cukup mahal. Jadi, mau nggak mau, kita harus berinvestasi dengan membayar harga mahal tapi bisa awet jauh lebih lama dari yang biasa dijual di pasaran. Mungkin langkah saya ini masih tertinggal jauh dibanding mereka yang sudah lebih menyeluruh melakukan zero waste lifestyle ini. Ke depannya mungkin saya akan secara bertahap mengurangi pemakaian plastik ini. Tidak dengan langsung membuang yang sudah lebih dulu ada di rumah, seperti sabun cari, sampo, dan pembersih muka. Lebih baik dihabiskan dulu semua, baru kemudian membeli pengganti yang ramah lingkungan. 

Cheers for our better world. Kita bisa berkontribusi untuk memperbaiki bumi yang sudah tua ini, atau justru memperparah kondisi yang sudah ada. The choice is ours, and this is what I've chosen. 

n,b. Semua alat ini saya beli dari Cleanomic. Mereka jual berbagai alat yang ramah lingkungan dengan harga terjangkau. Silakan lihat webnya di sini.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Kayaknya masalah perut dan makanan memang jadi pertimbangan orang-orang kalau mau jalan-jalan. Masalah rasa yang cocok apa enggak, mahal atau murah, dan bagi yang Muslim, pasti kehalalan bakal jadi tambahan pertimbangan. Susah sih memang pergi berminggu-minggu di negara yang mayoritas penduduknya bukan Muslim, termasuk Thailand. Tapi setelah beberapa waktu di sini, saya sudah coba ke beberapa tempat yang ada makanan halalnya. Nah, di Thailand ini ada beberapa spot makanan halal yang pernah saya coba dan temui selama magang. Here they are:

1. Soi 7 Petchaburi Road

Jadi, di tulisan sebelumnya saya jelasin kalau penginapan saya ada di daerah Soi 7. Nah, di sini makanannya halal dan banyak pilihan. Di Soi 7 sendiri, banyak warung-warung dan rumah makan yang dimiliki sama orang Arab dan Melayu, karena memang daerahnya didominasi sama warga Muslim. Di tambah lagi di sini ada masjid yang cukup ramai dikunjungi. Staff-staff Muslim KBRI Bangkok ada yang tinggal di sini juga.

Sebenenrnya bentuk Soi 7 ini memanjang jadi di bagian belakang masih banyak lagi kios-kios makanan, dan itu udah agak jauh dari masjid. Cuma, tambah belakang tambah bercampur antara kios halal dan enggak, jadi ya harus pinter pilih-pilih. Oh, di Soi 7 ini juga ada 7/11 jadi kalau lapar malem-malem bisa melipir ke sana.
Untuk masalah makanan, di sini dijual berbagai jenis. Ada ayam bakar dan goreng, telur, kari daging sapi, sampai hotdog dan burger yang halal juga ada. Saya pernah beli lauk daging sapi di salah satu kios yang ada tulisan Masakan Muslim, harganya 50 Baht. Itu saya beli cuma lauknya aja, soalnya di hostel, kami bawa penanak nasi sendiri, jadi tinggal beli beras. Untuk makanan yang lain harganya nggak lebih dari 70 Baht buat camilan-camilannya. Kalau mau, kalian bisa eksplorasi makanan-makanan di Soi 7 ini. Tinggal cari perempuan-perempuan berhijab pada makan di mana. Hehee

Kadang-kadang kalau kami lagi malas masak nasi, biasanya langsung beli makanan berat. Saya sih paling sering beli kwetiaw goreng di Soi 7, harganya 45 Baht. Ada satu warung kaki lima gitu yang jual makanan-makanan berat, yang masak juga ibu-ibu. Harganya mulai dari 45-an Baht gitu. Pernah saya beli nasi + telur goreng harganya 30 Baht. Nasinya banyak, udah gitu telurnya dikasih dua per porsi. Ibunya juga jual Tom Yum halal yang harganya 80 Baht, isinya sih ya ada daging sapi dan ayam sama seafood yang lumayan banyak. Buat yang kangen makanan ala-ala Indonesia, di sini ada juga bakso dan mie ayam. Harganya sih mulai dari 35 Baht. Kalau masalah rasanya sih menurut saya gak jauh beda sama di Indonesia.

2. Platinum Food Center
Kalau saya lagi cari makan siang di sekitar KBRI Bangkok, biasanya sih saya langsung jalan ke Platinum Food Center di lantai 6 Platinum Fashion Mall. Di food center ini ada beberapa tempat makan yang menjual makanan halal. Biasanya ditempel di kaca etalase atau di pinggir tembok kiosnya, karena ada beberapa kios yang nggak ada namanya.
Jalan dari KBRI Bangkok ke Platinum Fashion Mall
Masakan yang sudah pernah saya coba itu, ada Nasi briyani dan lauknya ayam goreng. Ada juga menu nasi briyani pake ayam yang dimasak mirip opor. Di kios ini ada juga menu yang berkuah. Porsinya sih menurut ukuran saya enggak begitu banyak, tapi cukup ngenyangin. Walaupun begitu dipakai jalan pulang ke KBRI yaa laper lagi. Harga makanan di Food Center ini mulai dari 50 Baht ke atas. Kalau mau beli lauknya aja, misal ayam goreng, harganya sekitar 30 Baht.

Di Platinum Food Center ini ada beberapa kios makanan halal. Banyak orang-orang Muslim, apalagi Indonesia yang makan siang ke sini. Menunya yang dijual kios-kios halal itu sih gak begitu jauh berbeda, dari segi harga dan porsi. Jadi, masih bisa sedikit nyari variasi kalau mulai bosan sama menu makan siang. Cuma sayangnya, di jam-jam makan siang, tempat makan ini bakalan penuh banget, sampai-sampai susah nyari tempat duduk.

Oh iya, kalau beli makan di Platinum Food Center, gak bisa semua pakai uang tunai. Jadi kita harus top up dulu ke counter yang ada di sana dan nanti dikasih kartu untuk pembayaran. Untuk masalah batas minimal top up, saya kurang tahu sih ada apa enggak, tapi kalau saya biasanya top up 100 Baht. Harga segitu bisa buat beli makanan 50 Baht dan Thai Tea 30 Baht. Kalau uang kita sisa, bisa di-refund di counter khusus, atau bisa kita simpan selama 30 hari terhitung dari dari transaksi terakhir, jadi kartunya bisa kita bawa pulang dulu dan baru dibalikin.

Kartu buat pembayaran di Platinum
Selain makanan berat, di sini juga ada banyak pilihan menu camilan. Di sini ada yang jual shaved ice ala Korea Selatan, ada waffle, Thai tea, dan KFC. Di lantai yang sama, ada juga toko-toko souvenir makanan, fashion, elektronik, dan aksesoris. Jadi di Platinum Fashion Mall ini semuanya ada, lengkap, dan harganya cukup murah.

3. Seven Eleven aka Sevel aka 7/11

Di Thailand, 7/11 ini udah kayak Indomaret dan Alfamart. Di mana-mana ada. Bahkan sampai hadap-hadapan. Tempatnya juga gampang dijangkau dan di sepanjang jalan ke KBRI ada banyak gerai 7/11 di kanan dan kiri jalan.

Kalau beli di 7/11 biasanya sih cuma buat ganjal perut aja, pas belum sempat sarapan atau tiba-tiba lapar pas malam hari. Tiap ke 7/11, saya biasanya beli pie yang dibungkus plastik dan gak perlu dipanaskan. Rasanya macam-macam, tapi biar cari aman, saya belinya yang Tuna Pie yang bungkusnya warna biru muda, Corn Pie yang warna orange, Taro Pie yang warna ungu, Pineapple yang warna kuning. Ada juga sih yang rasa kelapa, tapi saya nggak beli, hehehe. Rasanya enak, tapi kadang-kadang enek karena gak panas. Harga pie di sini itu 20 Baht. Paling minim tiap belanja di 7/11 itu sekitar 30 Baht soalnya ditambah air mineral yang isinya sedikit tapi harganya 10 Baht.

Mungkin kalau bei di 7/11 harus lebih hati-hati, karena ada beberapa roti dan pie yang gak begitu jelas halal atau enggaknya. Biasanya sih buat yang mengandung babi, ada gambar hidung babi di bungkusnya, tapi gak semua begitu. Jadi harus lebih ekstra teliti kalau mau beli pengganjal lapar di sini.

7/11 juga jual Thai tea dan minuman dingin kayak soda dan ovaltine. Untuk Thai tea 7/11 harganya tergantung dari cup yang kita mau. Cup yang paling besar harganya 24 Baht, terus yang ukuran di bawahnya itu 18 Baht. Kalau mau minuman soda juga ada. Ukuran gelas big gulp itu kalau gak salah sekitar 20-28 Baht. Enaknya, di sini kita bisa ngatur esnya. Gak perlu takut dibanyakin es dari pada Thai tea kalau beli di kios pinggir jalan.

Setelah beberapa hari magang, dan dapat info dari staff-staff KBRI, baru tahulah kita kalau di 7/11 itu ada makanan berat yang halal. Biasanya ada tulisan CP-nya di depan bungkus makanan. Banyak sih jenisnya, ada burger udang, burger ayam, burger sapi, sampai irisan daging kecap juga ada. Harganya semua rata-rata di bawah 50 Baht per bungkus.

4. Abang-abang Penjual Buah

Buah emang jadi pilihan paling bener kalau bingung cari makanan halal. Hampir di sepanjang jalan ke KBRI ada penjual buah yang keliling dan stay di satu tempat. Pilihannya, ada mangga, pepaya, melon, jambu dan nanas. Harga per potongnya itu sekitar 20 Baht.

Isi gerobak buah. Semua sama.
Gak tau kenapa, di Thailand ini buahnya gede-gede dan banyak jenisnya. Di satu gerobak buah biasanya ada dua sampai tiga jenis jambu. Jambu klutuk yang mirip kayak di Indonesia, ada juga jambu yang warna kuning dan hijau muda. Setelah coba hampir semua jenis buah, yang paling enak itu ternyata jambu yang warnanya kuning. Rasanya manis dan seger, udah gitu empuk dan gak susah digigit. Kalau yang hijau tadi masih agak keras gitu jadi ya gak begitu beda sama jambu klutuknya.

5.Kantin KBRI

Kalau jam istirahatnya cukup mepet, paling pas buat makan di kantin KBRI. Lokasinya ada di belakang lapangan tenis dekat Sekolah Indonesia Bangkok (SIB). Di sini makanannya khas Indonesia semua. Setiap hari juga diganti menu-menunya. Saya pernah beli gudeg, bakwan, sayur tauge-tahu, ayam sama lele goreng, ada juga sup bakso yang masih panas. Harganya sih variatif, tapi buat jaga-jaga siapin uang di atas 50 Baht aja, soalnya untuk harga pastinya saya juga gak tahu berapaan per item.

Makanan di kantin KBRI enak lho. Gak jauh beda sama yang ada di Indonesia. Kalau lagi magang di sini, sempetin aja sekali-kali makan di kantin. Bosen dan makan waktu juga kalau harus jalan ke Platinum atau ke Pantip.

6. Street food nondaging

Nah, kalau misalnya lagi jalan-jalan dan jauh dari Soi 7, biasanya sih saya beli makanan buat nahan lapar yang non daging. Seringnya sih saya belinya papaya salad. Isinya ya ada timun, pepaya muda, mangga, jeruk nipis, tomat ceri, sama kacang tanah. Rasanya khas Thailand banget. Kecut! Cuma pedesnya masih agak kurang, padahal kita udah bilang super spicy. Papaya salad yang pernah saya beli harganya sekitar 30 Baht, dan ada yang lebih mahal tergantung porsi dan isi.

Selain papaya salad, saya juga beli 'sushi' isi sayuran. Isinya itu ada nasi atau sticky rice, selada, wortel, timun, dan ada produk hewaninya. Biasanya sih kalau nggak tuna, ayam, atau crab stick. Kalau mau cari aman ya pilihnya crab stick atau tuna. Satu wadah isinya sekitar delapan gulung. Harganya 50 Baht. Mahal sih emang, dan gak begitu ngenyangin juga sebenernya.

Kalau lagi jalan-jalan di food court mall, biasanya sih ada makanan full sayur. Kalau di Indonesia mungkin kayak gado-gado gitu. Pad Thai juga bisa jadi opsi makanan. Karena isinya itu ada mie, telur, dan udang. Rasanya juga enak karena ditambah bubuk cabe.

Secara keseluruhan, saya sih nggak menemukan kesulitan soal makanan. Walaupun sesekali kangen nasi Padang sama ayam geprek. Cuma kalau saya lihat-lihat, di sini serba kecut makananya. Mulai dari sambal ulek sampai saus-saus di fast food. Nasi goreng dan makanan lain pasti dikasih jeruk nipis. Mungkin lidah saya lebih cocok ke makanan pedas cabai dan merica sih. Tapi masih bisa di-skip kok kalau nggak begitu suka makanan kecut.

Silakan bagi yang punya rekomendasi makanan-makanan halal di Bangkok bisa kasih referensinya.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Bangkok, 30 November 2017

Setelah keputusan mendadak di awal tahun 2017 tentang coba-coba cari kesempatan magang, terus dilanjutkan sama perjuangan menghemat dan menabung duit selama beberapa bulan. Sampai jugalah saya di sini, di Bangkok, Thailand!!!!! Mungkin di sini masalah persiapan gak bisa dibahas rinci, karena bisa beda-beda sih tiap orang, tapi ya secara garis besar, kita cuma tinggal minta informasi ke bagian Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) tentang informasi magang dan bulan yang masih ada slot untuk magang. Biasanya kuota yang dikasih itu sekitar 6-7 orang, tapi bulan Desember ini kuotanya sampai 10 orang.

Singkat cerita, tanggal 28 November 2017, kami satu rombongan berangkat ke Thailand. Rutenya mulai dari Jogja-Jakarta-Bangkok. Keberangkatan kami sih agak lebay dan gak mulus. Tanggal 28 pagi itu, Jogja-Jawa Tengah itu kena badai besar, Badai Cempaka. Cuaca di Jogja waktu itu jelek banget. BANGET. Pesawat-pesawat banyak yang delay take-off dan landing. Bahkan pesawat yang kami naiki balik lagi ke Jakarta karena gak bisa mendarat di Adi Sutjipto. Terpaksalah, kami nunggu lima jam di ruang tunggu bandara. Pesawat yang dijadwalkan berangkat pukul 11.35, baru bisa mendarat di Jogja pukul 16.30, dan masih ada penerbangan-penerbangan lain setelah kami hari itu. Padahal, pesawat kami ke Bangkok berangkat jam 16.40. Cuma, setelah kami sampai di Cengkareng, ternyata... PESAWAT KAMI YANG KE BANGKOK DELAY JUGA!!!! Karena kena efek di penerbangan-penerbangan lain yang delay karena cuaca buruk. Akhirnya, gak perlu reschedule, gak perlu coba refund, kami bisa ke Bangkok sesuai jadwal.

Di Bangkok ini, lima dari 10 orang, termasuk saya, tinggal di MHouse Hostel, Petchaburi 7 Alley, Ratchathewi. Alhamdulillah, semua dapet kamar privat yang diisi sama dua dan tiga orang, jadi gak perlu sharing sama tamu lain. Dari MHouse Hostel ke KBRI Bangkok sih gak terlalu jauh, tapi lumayan lah olahraga kaki beberapa hari pulang-pergi. Btw, ini MHouse ini cocok lho buat traveller-traveller Muslim. Di Soi 7 ini ada masjid dan juga kios-kios makanan halal. Makanannya juga beragam, mulai dari menu non-daging, kayak telur dan sayur-sayuran, sampai menu daging yang disayur, dibuat burger dan hotdog juga ada, dan halal! Oh, juga kalau di MHouse ini, suara azannya kedengeran jelas. Gak perlu khawatir kalau ketinggalan waktu salat.

Itu sih sekilas tentang bagaimana saya daftar dan di mana persiapan saya buat magang di Bangkok dan masalah tempat tinggalnya. Lalu... di tanggal 30 November ini, kami langsung mulai magang di empat fungsi dan empat atase dari semua fungsi dan atase yang ada di KBRI Bangkok. Biasanya pos-pos yang bisa dipakai sama anak magang itu antara lain: Fungsi Politik; Ekonomi; Protokol dan Konsuler (Protkons); Penerangan dan Sosial Budaya (Pensosbud); Atase Kejaksaan Agung (Kejagung); Perdagangan (Atdag); Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud); dan Riset. Sebenernya di KBRI Bangkok masih ada atase-atase dan fungsi-fungsi lain, seperti Komunikasi, Pertahanan, Administrasi, Imigrasi, dan Polri. Cuma buat anak-anak magang, hanya difokuskan di empat atase dan empat fungsi saja.

Setelah kontak-kontakan sama perwakilan staff Atdikbud, kami disuruh datang tanggal 30 November pagi, untuk orientasi dan pembagian pos selama magang. Kalau sesuai pembagian pos dan jadwal magang, saya dapat bagian di Pensosbud selama dua minggu, lalu lanjut ke Atdag, dan di minggu terakhir di Fungsi Ekonomi. Nah, waktu orientasi, kami diajak keliling sama staf lokal Atdikbud yang ternyata satu almamater sama kami, Mas Adul. Di sini kami diajak keliling KBRI Bangkok dan kenalan dengan semua anggota-anggotanya. Mulai dari sekitar jam 09.00 sampai waktunya istirahat makan siang. Nah, setelah istirahat makan siang, kami mulai masuk di pos masing-masing. 

Sesuai pembagian, saya langsung masuk di Pensosbud. Di sini, kepala fungsinya itu Pak Dodo, terus ada Mbak Desita, dan Ibu Aik buat staf seniornya. Terus, ada juga staf yang masih muda-muda, ada Mbak Sofi yang staf lokal Thailand tapi udah lancar Bahasa Indonesianya, dan Mas Yuda. Fyi, Mas Yuda juga satu almamater sama kami lho.

Tugas pertama yang dikasih buat saya adalah, disuruh membuat kliping dan resume berita tentang Indonesia di koran-koran Thailand, seperti The Nation dan Bangkok Post. Terus, kami juga nanti dimintai bantuan buat membuat press release dan hal-hal yang berkaitan sama media-media. Oh iya, kami juga dimintai tolong untuk men-translate berita dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris. Pak Dodo juga ngasih kerjaan untuk nulis paper tentang ASEAN berupa opini-opini pribadi tentang ASEAN dalam hal apapun yang menurut anak magang penting atau menarik.

Sejauh ini sih, orang-orang di Pensosbud kelihatannya aktif-aktif bicara ya. Ada aja bahan bicaranya. PR sih buat saya yang dua minggu akan gabung di sini. Pinter-pinter nimbrung ajalah ya. Di hari pertama ini, saya pulang pas matahari udah turun. Sekitar jam setengah enam. Soalnya, saya gak tahu kalau anak magang ternyata boleh pulang jam 5-an. Hehehehe.

Setelah sampai di Bangkok, saya baru tahu kalau ternyata, bulan Desember ini banyak liburnya. Jumat tanggal 31 November, libur. Tanggal 5 Desember, juga libur. Terus, tanggal 11 Desember libur lagi. Eh, tanggal 25-26 Desember libur juga. Mungkin selain mikir masalah tugas dari KBRI, saya juga harus mikir tentang kegiatan apa aja yang bakal dilakukan selama libur ini. Ada sih sebenernya keinginan buat nyoba naik BTS sama naik bis kotanya, biar live like a local. Gak afdol sih kalau belum coba. Di minggu-minggu akhir mungkin bisa lah yaa. Let's see, then. :)) Bye!
Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar


Momen KKN di Dusun Sumberan, Kelurahan Wonoharjo, Kecamatan Kemusu ini banyak banget ngasih pemahaman dan pembelajaran baru. Cukup kita lebih jeli mengamati lingkungan, insyaallah, ada aja pelajaran-pelajaran baru tiap harinya. Mungkin bagi sebagian orang, daftar di bawah ini cuma daftar-daftar mainstream. Banyak buku-buku motivasi yang memuat. Tapi, kalau kita mengalami sendiri, dan memetik pelajarannya, rasanya jauh lebih berkesan dan mengena. Serius! Oke, untuk mempersingkat karakter, here they are….

Dari kami yang siap mengabdi kala itu

1.      Tertawa karena hal-hal kecil
Jadi, ceritanya, di Sumberan itu banyak jalan naik-turun. Bentuknya beda-beda, ada yang landai ada juga yang curam. Nah, kelompok kami itu sukanya sama turunan yang curam-curam. Kalau kita menemukan turunan curam tadi, langsung tuh, motornya gak digas dan kadang-kadang dimatikan. Rasanya mirip kayak naik roller coaster yang ada di Dunia Fantasi. That is why, kami menyebutnya dengan Dufan ala Sumberan.
Dufan ini menjadi kebiasaan kami hampir setiap hari. Sensasi meluncur di motor dengan kecepatan cukup tinggi, ditambah angin yang kenceng ternyata bisa jadi hiburan yang murah-meriah selama KKN. Kami nggak perlu ngeluarin duit sama sekali, tapi kami bisa ketawa bareng-bareng. Ternyata, kalau kita peka, hal-hal kecil yang ada di sekitar kita bisa jadi sumber kebahagiaan, tanpa perlu mengeluarkan biaya sepeser pun.

2.      Senyum
Smile is the best make up human can put on. Well, saya percaya. Di Sumberan ini, setiap ketemu sama masyarakat, kami selalu saling melempar senyum. Senyumnya harus yang ikhlas tapi, ya. Senyum di sini bukan untuk basa-basi atau formalitas tiap ketemu, tapi lebih ke cara kita menyapa dan menerima keberadaan satu sama lain. Apalagi kami di sini tamu yang suka nyusahin masyarakat.
Rasanya nggak berat kok untuk senyum. Apalagi katanya senyum yang ikhlas itu bisa jadi ibadah. Mungkin kalau dijelaskan apa manfaat senyum bakal kepanjangan ya. Tapi yang saya rasakan setelah senyum, perasaan jauh lebih tenang dan saya merasa diterima di Sumberan ini. Senyum itu bahasa yang universal, kita nggak perlu bersuara, tapi semua orang bisa terbawa bahagia.

3.      Not to make life more complicated
Sering kalau di rumah kita suka ribet masalah makanan, pakaian, dan hal-hal remeh temeh lainnya. Tapi di sini, semua serba ringkas. Makan tinggal makan, mau masak sayur tinggal metik, tinggal ambil. Apa aja dimakan, nggak pake gengsi.
Kami di sini makan tape singkong, makan gethuk, makan ikan asin nggak pakai mikir lagi, semua dilibas. Bayangkan kalau di kota, pasti sudah ogah-ogahan. Kalau biasanya kita suka gak bersyukur atas apa yang ada, dan malah ingin sesuatu yang lain, di sini nggak berlaku. Budaya orang di tempat KKN ini membuat kami lebih bisa menerima dan nggak mengeluh. Dikasih gethuk goreng aja sudah alhamdulillah. Apalagi orang-orang di sini sering memberi makanan berat, camilan, dan buah-buahan.
Singkong, jagung dan pisang yang jadi komoditas di sini juga mempermudah kehidupan masyarakat. Ada kenduri atau hajatan tinggal ambil bahan dasarnya di kebun, terus langsung diolah. Sederhana, gak pake ribet. Ditambah semua menerima. Mungkin, kalau kami sudah protes, ingin beli ini-itu, pesan ini-itu, delivery ini-itu.
Sebenarnya, kalau dipikir-pikir, kitalah yang suka memperumit hidup sendiri. Padahal, hidup itu amat sangat sederhana dan mudah. Mungkin gengsi dan pride jadi faktor yang memperumit itu, tapi semua sebenarnya bisa dihindari. Kebiasaan mengikuti tren, mengikuti arus pergaulan buat kita memperumit lifestyle yang aslinya mudah. Akhirnya, saya beranggapan kalau sebenarnya kita tidak perlu membuat hidup menjadi lebih rumit, karena sebenarnya akan ada masa di mana kerumitan datang tanpa kita minta.

4.      Facing small rejections
Di KKN hari ke sekian, saya dan teman saya keliling ke beberapa toko kelontong untuk meminta sedikit donasi, alasannya adalah karena proposal permintaan sponsor kami nggak jadi kami ajukan ke salah satu BUMN di daerah Boyolali. Udara siang hari di Boyolali nggak manusiawi sekali. Panas. Ditambah juga debu jalanan yang banyak terbang di sepanjang jalan. Dalam waktu tempuh 1,5 jam saja, wajah kami langsung kucel nggak keruan.
Bisa dibilang kami sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah badan capek, muka gosong, eh, masih ditolak juga di beberapa toko. Awalnya setelah kami jelaskan maksud dan tujuan kedatangan, pemilik toko menyuruh kami menunggu beberapa menit, mereka mau diskusi dulu katanya. Sudah ditunggu, pakai haus dan kegerahan, ternyata mereka nggak mau memberi donasi. Kesal sih, tapi itu sudah risiko sih ya.
Empat jam keliling ke Kemusu dan Juwangi, Alhamdulillah kami dapat donasi dari 5 toko. Satu toko memberi sembako, dan yang lainnya memberi uang tunai seikhlasnya. Bukan masalah besar-kecilnya sih yang penting, tapi lebih ke kebaikan hati para pedagang itu. Bayangkan, kami orang asing, baru datang ke daerah situ, tapi sudah berani minta-minta sumbangan donasi. Apalagi acara kami juga nggak menjangkau daerah mereka.
Let’s go back to rejections thing. Mungkin terlalu lebay kalau saya bilang ditolak oleh toko yang diminta donasi itu menyakitkan. Karena, masih ada rejections yang jauh lebih besar dan parah di luar sana. Penolakan ini cuma seujung upil dibanding penolakan lain yang sebesar gunung. Ditolak calon pacar, ditolak kerja, atau bahkan ditolak judul skripsinya, jauh lebih menyakitkan. Tapi, rejections ini bisa jadi bayangan dan latihan buat kita menghadapi yang lebih besar. Nggak akan langsung sukses sih, tapi setidaknya kita pernah tahu bagaimana rasanya diberi harapan, lalu ditolak di saat bersamaan. 

5.      No one likes to be left out
Yang namanya KKN sudah pasti kerja tim harus bagus. Nggak boleh ada gesekan-gesekan kecil maupun besar. Selama satu bulan di atap yang sama, terus diskusi bahas proker yang nggak kecil akan terus terjadi dan semakin intensif mendekati hari-H. Kalau pola diskusinya salah, bisa-bisa ada yang nggak suka dan merasa ter-left out(?) dari grup. Perasaan seperti itu nggak bisa dibilang lebay, karena ada orang yang perasaannya super sensitif dan sulit berbicara.
Ngomong-ngomong soal being left out, di waktu saya KKN ada kejadian-kejadian, yang kalau tidak dicegah, akan mengarah ke perasaan left out. Did it happen to me? You guess it. Ketika bahas proker, kami untungnya sudah membuat koordinator-koordinatornya. Sayangnya, dengan dibuat koordinator itu, jadinya justru komunikasi kelompok untuk membahas proker nggak intensif. Semua yang diskusi hanya ketua dan koordinator-koordinatornya. Nah, gimana yang lain? Kadang ada yang ngedumel dan curhat di belakang. Mereka dari yang nggak berani jadi malas buat ngomong. Akhirnya, di akhir-akhir waktu KKN, kami evaluasi semua dan yaah ada perubahan yang terasa, walaupun sedikit.
Perasaan ter-left out itu memang nggak mengenakkan. Kita merasa nggak dianggap dan pemikiran kita nggak dihargai dan diperhatikan. Dalam kerja tim memang komunikasi secara menyeluruh itu penting. Semua anggota punya otak dan pemikiran masing-masing. Masalah cocok atau nggaknya pemikiran dengan realita, nggak kemudian membuat kita melewati mereka dan tidak menanyai pendapatnya. Baik atau jelek, bagus atau tidak, semua harus terlibat. KKN bukan hanya masalah lancarnya program kerja, tapi juga bagaimana tim ini merasa terlibat dan sense of belonging-nya terasa walaupun itu bukan bagian tugasnya.

Idul Adha kami

6.      Tradisi yang masih ada di Indonesia
Waktu malam setelah 17-an, kami mengadakan acara penyerahan hadiah bersamaan dengan apitan desa dan sedekah bumi. Rangkaian acaranya dimulai dari setelah magrib sampai kurang lebih jam 2 tengah malam di depan rumah Bapak RT 001. Isinya sih cuma pembagian olahan hasil bumi, lalu dilanjut pengumuman pemenang, baru yang terakhir itu acara puncaknya, karawitan.
Karawitannya itu langsung dari grup Ibu RT 001 Sumberan. Mereka mulai main sekitar jam 10 malam. Nah, di acara karawitan ini tetep ada tradisi nyawer duit. Sinden-sinden yang lagi nembang dikasih uang buat membawakan lagu yang di-request sama penonton. Selama penontonnya masih minta buat dinyanyikan, ya terus aja si sinden nyanyi. Ini yang buat acara karawitan bisa berlangsung sampai larut malam.
Terus tradisi yang dimaksud apa? Tradisi yang saya maksud di poin ini bukan tentang karawitannya, tetapi tradisi masyarakat yang selalu ada tiap acara hiburan di malam hari berlangsung. Mabuk dan minum minuman keras.
Jam 11 malam, mulai datang Bapak-bapak se-Dukuh Sumberan ke tempat karawitan. Awalnya sih semua lancar, dan saya masih bisa menikmati karawitannya. Tapi, penonton bapak-bapak mulai mengganggu ketika mereka mulai minum miras di kursi penonton. Ganggunya itu udah di luar bayangan saya. Mereka yang tadinya ngobrol-ngobrol santai, bahas masalah desa, cerita ngalor-ngidul, eh, malah pada berantem sendiri. Antarbapak mulai saling marah dan suara mereka mulai meninggi. Puncaknya adalah ketika ada salah satu bapak-bapak yang marah-marah dan ngajak berkelahi ke semua orang yang dia rasa mengganggu keasyikan dia. Semua penonton berusaha ditonjok sama Bapak itu, termasuk Pak Mantri yang juga bisa hadir. Akhirnya, Bapak itu dibawa pulang setelah beliau jatuh ke selokan dan kepalanya berdarah. Ckckckck.

Merayakan 17-an
Kesenian karawitan memang sudah saya suka dari dulu. Waktu SD, pelajaran karawitan jadi yang paling ditunggu sama semua orang. Musik-musik dari gamelan juga memang bisa buat adem dan nggak emosi. Tapi, kalau kasusnya kayak yang di atas tadi, keindahan karawitannya kan jadi terganggu. Bahkan mungkin orang-orang datang ke tempat apitan desa cuma buat mabuk. Mereka nggak begitu peduli dengan karawitannya sendiri. Sayang sih sebenarnya.
Budaya mabuk di Indonesia memang masih tinggi. Sampai sekarang, saya masih belum paham apa sih faedahnya dari mabuk itu. kita hangover dan nggak sadar sama apa yang kita lakukan. Bisa saja saat mabuk kita mukul orang, jatuh, atau melakukan hal-hal yang mencelakakan diri sendiri. Jujur, saya agak risih dan terganggu dengan budaya mabuk-mabukan ini. Dilihat dari sisi mana pun, kok kayaknya nggak ada manfaatnya gitu lho. Tapi anehnya, masih saja budaya mabuk ini diminati. Mungkin ada banyak faktor yang membuat budaya ini langgeng di dusun kami. Siapalah kami anak KKN yang datang cuma satu bulan, optimis bisa mengubah budaya yang sudah terpelihara mungkin sejak kami belum lahir.

7.      How easy my life is in the city
In brief, momen KKN ini membuat saya sadar kalau selama ini hidup saya sudah sangat-sangat mudah. Apa yang saya butuhkan semua ada di Jogja. Saya nggak pernah kesulitan soal sinyal, air, akses hiburan, sampai infrastruktur. Di ‘kota’ semua sudah serba nyaman dan mapan. Tapi, walau begitu, masih aja saya suka meminta lebih, merasa belum cukup, membuang-buang uang dan kurang bersyukur.
Begitu datang ke Sumberan dan melihat bagaimana kondisi di sini, yang pertama saya lakukan adalah… mengeluh. Kok jalannya jelek, sinyalnya bapuk, airnya keruh, akses ke ‘kota / kecamatan’ jauh luar biasa. Saat observasi pertama, rasanya saya ingin pindah lokasi. Tempatnya kok begini amat ya. Kesan pertama saya tentang kondisi Sumberan memang nggak begitu bagus. Untungnya, orang-orang di sini baik-baik dan ramah-ramah.
Antara minggu kedua dan ketiga, saya mulai bisa mikir. Mereka yang tinggal di sini saja masih bisa ketawa-ketawa, masih ingat untuk memberi tetangganya kelebihan rezeki di rumah. Mereka masih bisa terlihat bahagia, walaupun semua masih serbaterbatas. Lah, saya yang tinggal di kota yang semuanya serbaada, masih suka merasa kurang. Momen-momen impulsif yang kadang muncul membuat saya sadar kalau hidup saya sudah jauh lebih mudah dan jauh lebih membahagiakan asal saya tahu bagaimana caranya.


Enjoy atau nggaknya momen KKN kita, memang banyak faktornya, internal atau eksternal. Tapi kita masih tetap dapat menentukan mau seperti apa kita menjalaninya. Ada yang bilang kalau rasa marah, sedih, dan emosi lainnya itu terjadi karena kita yang meminta, kita yang memilih untuk merespons demikian. Ganjalan-ganjalan kecil pasti selalu ada. Tapi cara kita merespons akan memberikan dampak yang berbeda. Walaupun KKN di sini ada yang tidak mengenakkan, tapi saya berusaha untuk mencari pembelajaran di setiap hal yang terjadi, baik atau buruk. Cara ini sepertinya akan saya coba terapkan di semua kesempatan. Karena lelah juga kalau semua kejadian harus direspons dengan emosi, padahal masih ada pilihan lain yang jauh lebih bermanfaat.

                                                                                    Ditulis di
Boyolali, 30 Agustus 2017.
Terima kasih.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar


Kalau hari cerah pasti bagus!


Hari ketiga lebaran 2017 ini saya dan keluarga pergi dadakan ke Baturraden. Dadakan karena ini jadi alternatif jalan-jalan setelah rencana silaturahmi kakek gak jadi. Semua-semuanya serba dadakan, persiapannya, bekal-bekalnya, sampai orang-orangnya. Ada yang belum mandi, belum sarapan, ada juga yang belum beres-beres baju ganti. Walhasil, kami baru berangkat jam 11 siang dari rumah.

Waktu tempuh ke Baturraden dari Banjar sih kira-kira cuma tiga jam, itu kalau semuanya lancar. Tapiii.... karena ini lebaran, dan Banjar ke Baturraden itu arahnya arah jalur mudik, udah pasti bakalan macet. Bener aja, dari yang berangkat jam 11 siang, kami baru sampe parkirannya jam 4 sore. Di perjalanan juga hujannya gak berhenti-berhenti. Gak tanggung-tanggung, ujannya deras terus awet. Mana jalan di Jawa Tengah masih banyak yang bolong-bolong, gede pula. Jadilah kombinasinya itu bikin kami tambah lama sampai.

Pas sudah sampai, ternyata kami harus naik lagi jalan kaki ke loket masuk. Lumayan jauh sih. Di jalan juga desak-desakkan sama ojek dadakan dan mobil-mobil yang masih cari parkiran di atas, mungkin karena di bawah udah penuh juga sih. 

Baturraden itu hawanya sejuk banget. Mirip-mirip sama Kaliurang gitu. Ada di dataran tinggi, dan banyak wisma-wisma di sekitar sana. Objek wisatanya juga banyaknya yang berbau alam kayak hutan, sungai, air terjun, dan semacamnya. Bisa banget dinikmati buat yang sudah bosen panas-panasan di dataran bawah. 

Sialnya, pas kami sampai di sana, hujannya masih belum berhenti, malah tambah deres. Dengan perbekalan payung seadanya, kami dempet-dempetan gitu. Jalan nanjak kurang lebih satu kilometer, banyak wisatawan senasib kayak kami yang lari-lari buat ke loket.

Yaah, karena hujan makin deres, dan waktu operasional Baturraden tinggal satu jam, kami masuk dan cuma sampai di bagian dalam paling depan. Dari pada kesel karena gak ngapa-ngapain, akhirnya kami makan aja yang banyak dijual di situ. Snack-snack, nasi pecel, makanan-minuman hangat, dan highlight-nya adalah...... Sate Kelinci! Penampakannya seperti gambar di bawah ini

Sate kelinci pertama


Rasanya gak beda jauh sama sate ayam, cuma daginnya agak lebih kenyal-kenyal gitu ya. Di sini bumbu kacangnya juga agak kasar-kasar gitu, ulekan kacangnya masih gede-gede. Tapi masih bisa dimakan lah, apalagi untuk first timer kayak saya.

Apes ke Baturraden cuma sampai depannya aja, gak bisa muter-muter karena hujan dan sudah kesorean. Gak sampai 2 jam, kami sudah ganti baju dan siap-siap mau pulang lagi. Niatnya bawa baju ganti buat basah-basahan, malah gak jadi. Ya sudahlah...

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

About me

Bachelor of political science.

recent posts

Labels

  • #RzBaca
  • #RzMain
  • #RzNonton
  • #RzNulis
  • Buku
  • Cerita
  • Drakor
  • Film
  • gaya hidup
  • Gender
  • Islam
  • Jalan-jalan
  • Jogja
  • Kerja
  • KKN
  • Kuliner
  • Lingkungan
  • Minimalisme
  • Myself
  • Resensi
  • Seni
  • Zero Waste

Blog Archive

  • ▼  2020 (7)
    • ▼  November (1)
      • Coba-coba Kursus Online
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (14)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2018 (3)
    • ►  November (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2017 (4)
    • ►  November (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2016 (1)
    • ►  Desember (1)

Created with by BeautyTemplates| Distributed By Gooyaabi Templates