Minimalism Game Pertama!!

by - 4/01/2019 08:24:00 PM

Kalau ada satu hal yang bisa disyukuri dari hadirnya media sosial dan internet, itu adalah sebuah pertemuan dengan video di YouTube, tentang gaya hidup minimalis dari The Minimalist juga postingan dari Dee Lestari di Instagram tentang buku Marie Kondo. Setelah saya tuntas menonton dua presentasi dari the Mininimalist dan rampung membaca bukunya Marie Kondo, ada sudut pandang baru yang saya dapatkan mengenai hubungan kita dengan barang, uang, dan kekayaan. Belum sampai di tahap yang menurut saya life-changing, tetapi setidaknya saya bisa lebih santai dalam hidup khususnya setiap ada tren-tren baru yang sedang digandrungi.

Ada dua perspektif dari sumber yang saya pakai. The Minimalist menyarankan kita untuk mengeliminasi barang-barang yang tidak memberikan nilai apapun (does not add value) ke dalam hidup kita. Sedangkan Marie Kondo menggunakan istilah does not spark joy sebagai indikator saat memilih barang yang akan dihilangkan.

Rasa penasaran saya berlanjut…

Saat membaca blog milik the Minimalist, ada satu kiriman mengenai ‘Minimalism Game’. Secara singkat, game ini mewajibkan kita untuk membuang barang sesuai hari yang ada selama satu bulan penuh. Satu barang di hari pertama hingga tiga puluh barang di hari ke-30. Agar lebih seru, disarankan untuk melakukan game ini dengan partner atau orang terdekat. 

Oke, sepertinya ini menarik. Akhirnya di akhir Februari 2019, saya mulai memetakan jalannya permainan ini. Saya mulai mendata apa-apa saja yang bisa disingkirkan di awal-awal bulan agar terasa lebih mudah dan tanpa perlu pertimbangan ekstra. Plus, di perjalanannya, saya menggunakan metode the Minimalist dan juga Marie Kondo yang sudah dijelaskan di atas. Semua bagian di kamar kos--yang tidak begitu besar--mulai saya sisir dengan cukup teliti. Kamar mandi, lemari pakaian, rak buku, kulkas, hingga bagian-bagian yang jarang saya perhatikan seperti teras depan tidak lepas dari observasi saya.

Akhirnya, beberapa hari sebelum permainan ini dimulai, saya sudah bisa mendata apa-apa saja yang bisa dibuang atau disumbangkan. Setelah hari ke-6 mulailah saya cari-cari barang yang tidak terlihat dari permukaan, jadi perlu usaha tambahan dalam proses pemilahannya. Agar lebih mudah juga, saya memilah barang berdasarkan kategori, walaupun tidak seperti yang disarankan Marie Kondo. Dalam prosesnya, tidak semua dapat terdokumentasikan karena jumlahnya semakin banyak dan relatif berukuran besar. 

Permainan yang awalnya cukup mudah ternyata mulai menunjukkan kesulitannya pasca hari ke-12. Sempat ada keraguan apakah saya bisa berhasil hingga hari ke-30 atau akan mandek di pertengahan bulan. Pada akhirnya, saya hanya bisa mengeliminasi barang sampai hari ke-21 saja. Sebenarnya masih banyak barang yang ada di kamar kos saya, tapi rasa-rasanya masih akan saya perlukan. Mungkin seiring berjalannya waktu nanti saya eliminasi satu per satu. Semoga.

Untuk proses mengurangi barang dari hari ke hari, saya bisa jabarkan sebagai berikut:

Hari ke-1 sampai ke-6

Membuang barang di enam hari pertama masih terasa mudah. Sebab di akhir bulan Februari saya sudah selesai mendata barang-barang apa saja yang akan dibuang. Kebanyakan barang yang saya keluarkan adalah yang memang sudah menjadi sampah dan jarang dipakai selama bertahun-tahun.

Benda pertama yang saya buang adalah sepatu yang sudah hampir rusak. Ada sesuatu yang mengganjal saat membuang sepatu ini. Di satu sisi saya ingin menyumbangkan saja sepatunya agar bisa sampai ke tangan yang tepat. Namun, di sisi lain, saya tidak punya akses dan info siapa yang mau menerima sepatu using saya itu. 

Sepatu lama
Hari-hari selanjutnya benda yang saya buang antara lain dua spons cuci yang sudah teronggok lama di kamar mandi tanpa pernah saya sentuh. Lalu ke tiga makanan bekas yang sudah kedaluwarsa karena saya biarkan di kulkas. 
Benda terberat di enam hari pertama menurut saya adalah kipas angin yang sudah rusak dari awal 2018 lalu. Sampai akhir bulan Maret kipas itu masih ada di kamar dan belum saya buang. Rasanya untuk kipas semacam ini lebih baik disalurkan ke orang yang mengumpulkan barang bekas secara langsung daripada dibuang di tempat sampah.
Seminggu pertama, aman! Tidak ada kesulitan, semua benda tinggal diambil dan dikumpulkan per kondisi. Optimisme saya masih tinggi dan begitu juga semangat saya! Minggu ke-2? Ke-3? Siap!

Pemandangan sehari-hari


Hari ke-7 sampai ke-9

Tiga hari ini saya khususkan untuk memilah koleksi buku-buku. Mungkin secara tidak sadar saya termasuk tsundoku. Orang yang mengumpulkan buku tapi tidak pernah dibaca dan membiarkan tertumpuk di rak-rak. Buku yang paling awal saya pilih adalah yang sudah saya beli dari dua tahun yang lalu tetapi belum pernah dibaca sama sekali. Lalu berikutnya adalah yang baru dibaca setengah dan tidak dilanjutkan. Baru di hari ke-9, buku-buku yang sudah saya baca satu kali dan belum ada niatan untuk dibuka kembali.
 
Sebagian kecil buku yang disumbangkan
Untuk penyaluran buku ini jauh lebih mudah. Saya memang sudah cukup sering menyumbangkan buku ke Perpustakaan Kota Yogyakarta. Di sana ada bank buku yang sudah disediakan yang hasil sumbangannya akan disalurkan ke taman-taman bacaan.

Proses membersihkan buku ini pun membuat saya berkontemplasi dan kembali berpikir tentang niat awal saya membeli buku. Ternyata secara tidak sadar ada beberapa buku yang saya beli karena ingin ikut-ikutan tren. Tidak bermaksud merendah atau ingin terlihat bersalah. Koleksi buku-buku saya pun akhirnya banyak terdiamkan di rak dan jarang disentuh sama sekali. 

Semakin banyak belajar tentang minimalisme, sekarang saya lebih memilih meminjam buku di perpustakaan atau ke teman saja. Walaupun ada satu keinginan saya di tahun 2019 ini, saya ingin membaca lebih banyak buku non-fiksi. Tidak ada yang salah memang dari genre buku yang dibaca, apakah itu fiksi maupun non-fiksi. Hanya, untuk saya yang lebih sering membaca novel dan cerpen-cerpen, buku non-fiksi saya harapkan dapat jadi angin segar di alam membaca saya.

Hari ke-10 sampai 14

Lima hari berikutnya saya mulai agak kewalahan. Barang-barang yang memang sampah, sudah dibuang. Buku-buku tertentu, juga sudah. Sekarang saya mulai harus cari barang lain yang tersembunyi. Ternyata setelah saya mengacak-acak isi kamar, semakin saya sadar kalau selama ini banyak hal-hal tidak berguna yang tetap saya simpan.

Dalam prosesnya, sering saya tidak habis pikir, apa gunanya saya menyimpan pulpen-pulpen bekas di dalam tas? Kenapa tidak langsung dibuang? Ada juga batu baterai yang sudah habis tapi saya biarkan ada di kotak penyimpanan. Bulatan kertas corat-coret semasa kuliah, nota-nota bekas KKN dan zaman di organisasi masih saya kumpulkan. Awalnya saya merasa takut kalau suatu saat benda-benda itu diperlukan. Sampai bertahun-tahun kemudian, semua aman-aman saja. Belajar membuang barang dan belajar untuk tidak mengkhawatirkan masa depan memang terjadi bersamaan.
 
Padahal nggak pernah disentuh sama sekali
Kategori berikutnya yang saya sortir adalah pakaian dan sejenisnya. Sama seperti kasus di atas, saya menumpuk pakaian di lemari untuk berjaga-jaga kalau ada teman atau saudara yang datang dan harus pinjam baju saya. Baju-baju yang sempit dan celana-celana yang tidak lagi muat pun saya simpan dan taruh di bagian terdalam di rak paling bawah lemari. 

Saat memilih pakaian pun saya sadar kalau banyak baju yang selama ini tidak saya sukai. Entah itu dari segi model, warna, hingga potongannya. Kalau ditarik garis waktunya, baju-baju itu biasanya hadiah atau baju yang dibeli ketika kepepet dan tidak direncanakan, jadi asal ambil saja. Anehnya, saya masih tidak tega buat menyumbangkan bajunya semua. Di luar baju kumal yang biasanya saya jadikan lap, baju-baju lain masih agak sulit saya relakan. Padahal tidak ada manfaatnya juga buat saya, selain memenuhi lemari-lemari saya. 

Akhirnya setelah proses penyortiran selesai, total yang akan saya sumbangkan kurang lebih 17 potong mulai dari baju, kemeja, hingga celana pendek dan panjang. Tugas berikutnya adalah mencari cara atau wadah yang mau menerima sumbangan ini. Mungkin saja di luar sana ada yang lebih pas badannya untuk mengenakan atasan dan bawahan saya.

Hari ke-15 sampai ke-18
Waktu dulu coba bersih-bersih ala KonMari, bagian yang paling saya nggak suka adalah kertas. Jumlahnya banyak, dan biasanya itu berupa fotokopi materi-materi kuliah atau silabus. Jadi selama empat hari itu isinya saya hanya menyortir kertas yang sudah dari zaman kuliah dulu ditumpuk (dan jarang dibaca kecuali pas mau ujian). 

Awalnya sih mau mencoba kreatif, kertas-kertas yang ada saya jadikan alas di lemari atau rak baju. Tapi di perjalanannya saya juga membaca buku karya Fumio Sasaki yang ‘Goodbye, Things’ ada bagian yang menyarankan bahwa kita sudah tidak perlu mencoba kreatif, contoh yang paling sering saya lakukan adalah: toples selai yang saya jadikan tempat menaruh alat tulis.

Akhirnya saya memutuskan untuk membuang semua kertas-kertas saya. Karena memang hanya jadi sampah juga di kamar. Dibaca nggak, bikin berantakan sih iya. Jenis kertasnya juga nggak terbatas di bahan kuliah saja. Mulai dari pamflet, brosur, sampai kupon-kupon beli satu gratis satu saya buang juga.

Setelah dibuang sedikit demi sedikit, yang saya simpan hanya ijazah dan transkrip yang sudah dilegalisasi dan dokumen-dokumen penting yang mungkin diperlukan buat daftar kerja. Jadi semua yang ada di kamar saya itu ada fungsi dan tujuannya. Bukan dibiarkan terus jadi sampah.

Hari ke-19 sampai ke-21

Tiga hari final. Tiga hari terakhir di mana saya sudah harus mengacak-ngacak semua isi kamar sampai menemukan yang bisa dibuang. Sampai di titik ini rasanya insting dan perasaan butuh atau tidak lebih sering saya pakai.
Semua kategori barang saya kunjungi sekali lagi. Mulai dari pakaian, buku, sampai kertas-kertas. Baju yang tadinya saya kira masih saya perlukan, setelah dipikir dua sampai tiga kali ternyata nggak begitu penting lagi, dan baju yang ada pun masih bisa saya pakai tanpa harus lihat gengsi dan lain sebagainya. Begitu juga untuk buku dan barang koleksi lainnya.
Tiga hari terakhir ini lebih menguji kemampuan berpikir dan menimbang-nimbang sesuatu. Penting atau tidak, perlu atau tidak, semua dijejalkan di tiga hari ini. Mungkin juga karena saya hanya tinggal di satu kamar kos, jadi tidak banyak yang bisa saya masukkan dan kumpulkan di dalamnya.

Hari ke-11??

Di akhir prosesnya memang lebih lapang keadaan kamar saya. Walaupun beberapa barang masih ada di kamar bahkan sampai akhir bulan. Ada yang sayang kalau dibuang begitu saja. Sepertinya memang proses meminimalkan barang ini bukan sesuatu yang bisa selesai dalam satu jangka waktu tertentu, tapi lebih ke proses yang terus berlanjut. Karena memang kita selama hidup pasti akan membeli dan mengoleksi barang apa pun.

Apakah saya merasakan ada kejernihan saat mengeliminasi barang? Belum sampai ke sana sepertinya. Tapi yang pasti, ada perubahan pola pikir dalam proses membeli barang. Untuk yang sifatnya hanya jadi koleksi masih bisa saya rem dan perhatiannya bisa teralihkan ke hal-hal lain. Hanya yang masih jadi PR adalah untuk makanan dan minuman. Jujur saya juga masih suka membeli makanan bukan karena butuh atau terdesak perlu, tapi hanya karena ingin. Jadi kondisi ini sangat-sangat konsumtif dan berlawanan dengan hidup minimalis yang ingin saya wujudkan.

Sekali lagi, karena saya menganggap proses ini akan berjalan seiring dengan kedewasaan kita, rasanya jalan menuju minimalisme ini akan lebih berfokus bukan pada hal-hal yang sifatnya berupa koleksi, tapi lebih ke pola makan dan ngemil. Apakah saya akan berhenti membeli camilan karena lapar mata atau karena memang butuh? 

Memang tak ada gading yang tak retak. Rasanya proses mengeliminasi barang kali ini juga masih kurang persiapan. Indikator yang saya pakai adalah banyaknya kantung plastik yang saya buang untuk mewadahi sampah-sampah dan semua benda. Plastiknya pun berbagai macam ukuran.
  
Kalau saya akan melakukan minimalism game lagi, mungkin selain pemetaan barang yang akan dibuang, saya juga akan mempersiapkan tempat yang lebih ramah lingkungan untuk mewadahi barang-barang yang masih ada nilai gunanya. Rencananya, tahun ini akan saya lakukan lagi pada bulan Juni. Sangat mungkin kalau lebih sedikit plastik yang akan saya pakai.

Hasil akhirnya jadi seperti ini:





You May Also Like

0 komentar