Debut Bacaan Karya Adhitya Mulya Lewat Bajak Laut dan Purnama Terakhir

by - 4/22/2017 09:09:00 PM



Sumber: republikfiksi.com

“Kita harus ganti nama bajak laut ini. Kerapu Merah itu terdengar seperti nama rumah makan, bukan perompak yang ditakuti. Siapa sih kentut yang ngasih nama itu dulu, ya?
“Elo, Bang.”
“Oh, yah sebenarnya Kerapu Merah gak jelek-jelek amat, Cuma kurang wibawa aja dikit. Dikiiiiit. Ya udah gak apa-apa, gak usah ganti nama,” sahut Jaka.

Nukilan dialog di belakang buku itu yang buat saya penasaran sama isi buku keseluruhan. Plus, review-review tentang buku ini yang selalu kece. Memang sih, karyanya Mas Adhitya Mulya sudah banyak saya dengar. Buku Sabtu Bersama Bapak dan Travel’s Tale, Belok Kanan: Barcelona!-lah yang sudah saya idam-idamkan dari dulu. Tapi, baca buku Adhitya Mulya yang mana pun gak masalah. Heee.
                Buku Bajak Laut dan Purnama Terakhir ini genre-nya komedi sejarah. Bagian komedinya diambil dari kisah hidup seorang Jaka Kelana. Lelaki tanggung yang ingin jadi bajak laut. Cita-citanya kesampaian dengan membuat geng perompak bernama………. Kerapu Merah. Kisah hidup Jaka Kelana ini agak nganuh. Mau kasihan tapi si Jaka ngeselin, mau kesel tapi hidupnya apes melulu. Mimpi Jaka and the Boys buat jadi perompak laut terkenal juga bisa dibilang bego-bego dongo sih. Main bunuh kompeni tapi nggak diriset dulu, kompeni itu siapa, bunuhnya mau gimana, kagak ada blueprint yang jelas. Tapi namanya mengejar mimpi, tidak ada kemustahilan—at least buat Kang Jaka.
                Nah, dari sisi sejarah, cerita ini mengambil waktu di masa kolonialisasi. Waktu masih ada VOC di Nusantara. Tokoh utama dari kolonial ini adalah Admiral Speelman yang diceritakan sebagai petinggi VOC di Nusantara waktu itu. Selain itu, diceritakan juga kisah tiga orang Arya: Galuh Puspa, Rusa Arang, dan Bara Angkasa. Ketiganya diceritakan punya misi tersendiri dengan tipe cerita yang agak berbeda.
                Dua genre tadi kemudian bertemu karena ada hal yang diperebutkan. Pencarian oleh Jaka, Para Arya, dan Admiral Speelman jadi cerita yang menarik. Sampai akhirnya di akhir cerita, semua rahasia terbongkar. Walaupun saya sudah bisa menebak di bagian awal sampai pertengahan
                Hal yang menarik lain adalah, cerita sejarah di sini hampir semua rekaan Mas Adhitya sendiri. Kalau nggak dikasih disclaimer di halaman fakta vs fiksi—dan balik ke genre komedinya, pasti saya bisa langsung percaya. Jalan cerita sejarahnya juga runut dan detail. Pasti risetnya serius banget. Cara Mas Adhitya nyempilin komedinya juga macam-macam, salah satunya dari footnote aka catatan kaki. Ya namanya komedi, fiksi pula, bebas sih ya.
                Salah satu adegan yang lucu itu waktu Jaka Kelana dapat puja-puji setelah berhasil bunuh kompeni—yang tanpa blueprint itu. Ternyata, Jaka Kelana and the Boys (baik hidup atau mati) malah jadi DPO kompeni dengan hadiah yang gede luar biasa. Baca deh. Hehehe
                Bajak Laut dan Purnama Terakhir ini jadi debut bacaan saya terhadap karya-karya Mas Adhitya Mulya. Cerita hidup Jaka Kelana yang nganuh tadi jadi bagian favorit tadi.  Walaupun di akhir cerita, sudah mudah diduga.
Setelah baca buku ini, lalu mau baca buku Adhitya Mulya yang lain, saya rasa genre komedi bisa jadi pilihan. Bisa buku ini atau Jomblo. Sabtu Bersama Bapak bisa jadi selingan, kalau bosan sama yang komedi. Cheers.

You May Also Like

0 komentar