Kucumbu Tubuh Indahku: Tentang Trauma, Jati Diri, dan Kondisi Indonesia

by - 12/18/2019 09:29:00 PM

Sumber: https://www.cgv.id/en/movies/info/19011500/2019-12-16

Setelah gagal nonton Kucumbu Tubuh Indahku karena diboikot dan akhirnya langsung turun layar, kesempatan nonton film ini datang juga. CGV nayangin film ini yang awalnya hanya tanggal 15 dan 17 Desember tapi kayanya sih diperpanjang.

Penayangan kembali film ini emang kesempatan emas sih. Mungkin karena ada hype Kucumbu Tubuh Indahku yang terbangun setelah film ini menyabet banyak penghargaan di Festival Film Indonesia 2019, termasuk Aktor Pria Terbaik dan Film Panjang Terbaik.

Pas keluar teater banyak waktu yang saya habiskan untuk mikir dan mencerna adegan-adegan di film ini. Masih terbayang pengalaman yang bikin saya takjub, jijik, ketawa, dan fokus ke layar. Sebenernya sih ini film yang cukup mudah untuk diikuti, karena ceritanya tentang Wahyu Juno, seorang penari Lengger yang tumbuh besar dikelilingi kemalangan walaupun banyak yang bilang dia itu punya kelebihan di tubuhnya. Lentur, tenang, dan halus. Mirip Arjuna.

Terlepas dari tema dan penggambaran yang mungkin sedikit mengusik sebagian orang, film ini menurutku manis banget. Selain manis, film ini juga berani. Satu adegan di mana seorang perempuan digambarkan berani untuk memulai dan malah laki-laki yang takut-takut. Sedikit nudity ada di beberapa bagian dan adegan nggak biasa baik antara laki-laki dan perempuan, sesama perempuan, maupun sesama laki-laki tersebar di sana-sini.

Datang nonton film ini memang harus dengan pikiran damai dan tenang. Cukup sering sewaktu di dalam teater saya denger komentar, “What the hell...,” atau “Anjir, apaan sih kok kayak gini.” Mungkin masih belum terbiasa? Mungkin. Nikmati aja dinamikanya yang memang cukup naik-turun. Kalau hidup Juno kecil bakal bikin kita sedih dan ketawa tipis-tipis, ketika Juno dewasa bakal lebih kompleks dan banyak aspek yang masuk.

Unsur budaya, seni, dan seksualitas memang cukup banyak porsi di sini. Nggak ada yang mendominasi sih menurutku. Justru di akhir ketika mulai ada masalah politik bikin semakin keren.

Tentang bagaimana posisi tinggi di pemerintahan dan pandangan masyarakat dianggap jauh lebih penting dari kebahagiaan dan jati diri jadi satu momen yang paling mengena sih. Bagaimana banyak orang harus menutupi hal-hal yang membuat mereka bahagia hanya karena takut oleh tekanan masyarakat dan sistem yang ada mungkin bisa dirasakan oleh kita semua.

Kucumbu Tubuh Indahku nggak termasuk film yang slow-paced menurutku. Penempatan monolog Juno yang disisipkan beberapa kali semacam momen untuk tenang setelah adegan-adegan panjang. Dan...tariannya keren gila! Penjelasan tentang bagaimana alam adalah guru bagi manusia bisa jadi bahan renungan kita untuk nggak bersikap kasar pada alam.

Banyak banget takeaway dan insight baru. Buat yang nggak tahu apa itu kesenian Lengger, ini awal yang bagus buat kita cari tahu lebih dalam lagi. Ternyata budaya tradisional Indonesia sudah sedemikian maju tetapi malah seolah ditahan dan dibuat mati karena alasan “moralitas”. Gagal paham saya.

Satu hal yang makin membuat film ini keren adalah....soal menyembuhkan trauma. Juno memang hidup dengan merasakan trauma pada darah. Karena pengalamannya soal darah di waktu kecil memang cukup mengguncang mental anak kecil. Gimana dia nggak suka ada pertumpahan darah dan orang-orang di sekitarnya justru membuat dia terbayang-bayang lagi trauma masa kecilnya. “Darah neng endi-endi.

Isu trauma ini juga bisa banget disangkutpautkan sama politik, khususnya tentang ’65 dan perang melawan komunisnya. Ayah Juno...trauma pada sungai karena keluarganya dituduh antek PKI. Padahal bukan dan nggak ada hubungannya sama sekali. Kenapa trauma sungai? Ada penjelasannya di film.

Ngomong-ngomong soal komunis, mungkin keresahan yang diangkat dalam film ini adalah soal penyebaran fitnah kepada lawan politik atau orang lain dengan embel-embel “komunis baru”. Beberapa tahun belakangan sering kan denger dan lihat di berita? Isu komunis bangkit, seorang tokoh di-framing sebagai keturunan komunis, atau satu figur publik ‘diduga’ mendukung komunis. Kadang isu-isu macam ini cuma bikin gaduh aja sih.

The bigger picture dari film ini adalah bukan soal LGBT seperti yang digaungkan para pemboikot. Hal yang bisa saya tangkep sih ada beberapa: seksualitas (tentunya); trauma healing; hubungan manusia dengan alam; sampai kondisi sosial, budaya, dan politik.

Masih ada berbagai hal yang menarik perhatian tapi bingung gimana ceritanya. Pokoknya Kucumbu Tubuh Indahku jadi salah satu film penting yang saya tonton tahun ini. Nggak cuma buat cerita yang menarik, tapi juga bisa bikin kita merenungi banyak hal. Keren.

Untuk informasi lebih lanjut:
Diskusi dengan Garin Nugroho, Sudjiwo Tejo, dan Gina S. Noor di acara Rosi Kompas TV

You May Also Like

0 komentar