Belajar Perbedaan Mazhab Bersama Kiai Ujang

by - 7/30/2019 12:23:00 PM

sumber: mizanstore.com
IDENTITAS BUKU
Judul: Kiai Ujang di Negeri Kangguru
Penulis: Nadirsyah Hosen
Penerbit: Noura Books
Tahun Terbit: 2019
ISBN: 978-602-385-804-0

Di zaman dengan konektivitas yang tinggi antara manusia dan sumber informasi, banyak ilmu-ilmu baru yang muncul dan disebarkan melalui berbagai media. Dalam hitungan detik, satu berita akan dapat tersebar ke seluruh belahan dunia. Termasuk keingintahuan umat Muslim, khususnya di Indonesia juga terlihat semakin meningkat. Banyak dari kita yang ingin mendalami kembali agama Islam dan syariat-syariatnya. Dengan catatan, sebaiknya semua informasi yang ada tidak ditelan mentah-mentah tanpa ada tabayyun terlebih dahulu.

Keberadaan pemikir Islam dan Imam besar di masa lampau membuat kita sekarang terbagi ke dalam beberapa mahzab besar. Setidaknya ada empat Imam yang keyakinan terhadap syariahnya diyakini: Syafi’i; Hanafi; Maliki; dan Hambali. Perbedaan cara pandang para Imam yang kemudian diyakini oleh umat Islam berabad-abad setelahnya, terkadang tidak diikuti oleh pemahaman ilmu perbandingan mahzab dan rasa pengertian antarumat zaman sekarang. Tidak jarang banyak terjadi percekcokan hanya karena ada cara pandang berbeda bagi hal yang sepele.

Buku Kiai Ujang di Negeri Kangguru ini setidaknya dapat memberikan pandangan baru mengenai fenomena perbedaan mahzab dan ketidakmengertian umat zaman sekarang terhadap perbedaan mahzab. Hal-hal yang sering jadi sumber permasalahan, dijelaskan dengan mengedepankan fakta bahwa, sebenarnya sudah dari zaman dahulu kala, para Imam besar terpelajar mendalami ini. Keputusan yang diambil pun tidak asal-asalan karena proses perumusannya sangat berhati-hati dengan mempelajari seluruh perbedaan di masanya.

Lalu, siapa Kiai Ujang ini? Dia adalah tokoh yang diceritakan belajar ilmu perbandingan mahzab di Indonesia lalu kuliah magister ke Australia. Penjelasan perbedaan ini dijelaskan dari sudut pandang Kiai Ujang yang sering ditanyai tentang hukum-hukum Islam oleh rekan-rekan diaspora Indonesia. Pertanyaannya pun sangat terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari (setidaknya saya merasakan demikian).

Dari polemik ada atau tidaknya label halal bagi daging sapi di supermarket nonhalal, kemudian hingga hukum mengucapkan selamat hari natal bagi umat Nasrani dijelaskan oleh Kiai Ujang. Yang menarik adalah, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ada sudut pandang baru yang jarang didapati sebelumnya. Penjelasan mengenai permasalahan ini dijelaskan dengan menelaah perbedaan pendapat Imam-imam besar pada masanya.

Memang keputusan sepenuhnya ada di tangan kita. Indonesia yang sebagian besar menganut mahzab Syafi’i mungkin akan terasa asing begitu menemui pendapat mahzab Hambali, Hanafi, atau Maliki di beberapa kasus. Namun, ketika kita membaca buku ini, mungkin harus ada pemahaman bahwa penjelasan yang ada bukan bertujuan untuk membuat kita berpindah-pindah mahzab atau memilik mana yang termudah (mungkin boleh-boleh saja, kalau kita mau. Mungkin).

Setidaknya, dengan mengetahui bahwa perbedaan cara pandang itu sudah ada sejak masa lampau, kita sebagai umat Muslim yang tidak mendedikasikan waktu kita untuk menelaah hukum Islam bisa sedikit menghargai pendapat yang tidak sesuai. Kemunculan pendapat Imam-imam besar pun adalah hasil dari pembelajaran akademis yang sudah berlangsung lama.

Nilai lain yang kita dapat dari membaca buku ini adalah, ada penjelasan berulang-ulang mengenai agama Islam yang memang sangat mudah dan fleksibel. Betapa banyak keringanan yang diberikan bagi kita dalam proses menjalankan ibadah, contohnya salat. Jadi ada perasaan yang agak aneh ketika saya melihat banyak perilaku sebagian kecil umat Muslim zaman sekarang yang tidak menunjukkan nilai-nilai Islam tersebut.

Salah satu yang saya syukuri adalah cara yang dipilih untuk menjelaskan masalah-masalah keagamaan. Kalau penjelasan ini ditulis seperti buku teks kumpulan perbandingan mahzab, mungkin akan sangat membosankan membacanya sampai akhir. Namun, karena dibuat cerita agak fiksi, proses membacanya pun tidak serasa sedang kuliah atau ketika kita belajar untuk ujian.

Buku ini juga, menurut saya tidak berfokus di cerita fiksinya, walaupun ada sedikit cerita di luar masalah agama. Cukuplah untuk intermeso agar tidak bosan-bosan banget baca bukunya. Kalau mahasiswa atau akademisi harus baca buku tebal dan berbahasa Arab, kita yang tidak mendalaminya, bisa mempelajari dengan membaca buku-buku yang dikemas seringan mungkin seperti ini.

You May Also Like

0 komentar